Bismillahirrahmaanirrahiim ^_^
Mencari kepastian ilmu itu harus bersumber ilmiah. Ibarat tutorial,
tidak bisa diterima dengan cuma-cuma dan langsung telan saja jika kita
belum diberikan citasi yang valid. Lalu bagaimana upaya kita agar
mendapat yang dapat dipertanggungjawabkan ilmu tersebut? Wah, kalau gini
kamu pasti udah bisa mikir sendiri--tanya aja langsung ke sumber
aslinya baca langsung jurnalnya, atau bahkan jika perlu datang ke tempat
penulisnya. Siapa lagi yang bisa menjelaskan dengan rinci kalau bukan
sang empu-nya. Ngga tanggung-tanggung bahkan ada yang belajar langsung
(berguru) ke sang penyusun referensi.
Ada ungkapan dan nasihat
bagus agar kita tidak menjadikan sebuah kitab sebagai satu-satunya guru
sekaligus sebagai peringat bagi orang yang belajar tanpa guru.
“من كان شيخه كتابه فخطؤه أكثر من صوابه”.
“Barang gurunya adalah sebuah kitab maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya”.
Imam Syafi’I rahimahullah memberikan nasihatnya kepada penuntut ilmu
bahwa ilmu bisa didapat dengan cara bersahabat dan dekat guru. Artinya
dalam menuntut ilmu senantiasa kita tidak lepas dari bimbingan guru,
ustadz, syaikh, ahli ilmu yang memiliki kapasitas keilmuan yang tidak
diragukan untuk mengajarkan ilmu agama kepada kita. Sehingga ketika ada
pelajaran yang kurang bahkan tidak kita fahami maka kita bisa bertanya
langsung dengan mereka.
Jadi, kalau kita belajar hanya dari
internet maka sanad kita akan terputus. Kan tidak mungkin saat ada orang
bertanya nanti “Siapa gurumu? ” lalu anda menjawab “guru saya adalah
ustadz atau syaikh internet”. Padahal internet belum tentu memberikan
referensi yang sesuai sang pemilik karya. Maka mau tidak mau jika ada
yang ingin di klarifikasi tentang ilmu dan firqoh yang pernah kita dapat
harus bertanya langsung pada sumbernya. "Kalau saya langsung tanya,
saya takut terpengaruh dengan jawaban yang diberikan."
Klasik,
hanya saja jika kita ikut terpengaruh dan bahkan mengikuti--bukankah itu
berdasarkan proses berpikir kita? Kok kita mau ikut-ikutan
(terpengaruh), orang kita sendiri yang memutuskan terpengaruh atau tidak
terpengaruh. Life is choice.
Parahnya, cuma gara-gara kita
dapat ma'lumat sabqoh bahkan doktrin yang pernah kita tangkap dari
referensi 1 dan hanya percaya pada satu-satunya itu tanpa melihat
referensi lain, bukankah itu sudah termasuk kitanya yang sudah
terpengaruh si referensi 1? Nah, coba deh pikirin lagi.
Well,
sekarang kamu pasti udah ngerti banget maksud semua ini, kita ngga bsa
cuma percaya 1 referensi. Masih banyak citasi lain yang perlu kita
pelajari dan jangan mau jadi orang yang menutup diri untuk menuntut
ilmu. Tanyakan saja ke sumber aslinya, bukan 'umumnya, katanya dan
kayaknya' saya sendiri benar-benar membuka diri dengan ilmu-ilmu yang
terdapat pada referensi lain--bahkan ada banyak hal yang ingin
ditanyakan. Mau saya terpengaruh atau tidak--itu tergantung saya. Ibarat
tutorial, semua referensi bisa jadi acuan kita untuk membuat diagnosis,
'yang penting valid dan bersumber official dari pihak yang bisa
dipertanggungjawabkan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dari anda menambahkan hal positif bagi Zeki R.A.