Senin, Oktober 03, 2011

"Cerpen Jesa" cerpen pertamaku

Bismillahirrahmanirrahimm :)



Ia adalah seorang remaja yang tumbuh dengan prestasi. Namanya Jesa. Gadis cerdas ini tumbuh di daerah Gambut, Kalimantan Selatan. Ia tumbuh bersama kasih sayang kedua orang tuanya pembisnis kue tapai dan seorang saudara perempuan, Rika. Prestasi yang ia miliki tidak hanya saat ini karena sejak kecil sudah dididik menjadi anak yang membanggakan orang tua, selalu menjadi juara kelas dan mendapat nilai sempurna. Ia pun tumbuh sebagai seorang gadis pendiam dan cantik. Kini ia berumur 14 tahun dan menduduki kelas 2 SMP 1 Gambut.
Dimulai saat ia terpilih dalam jabatan koordinator pengurus upacara bendera tanpa suara. Ia di pilih oleh pembina organisasi sekolah karena kepercayaan. Berbeda dengan pemilihan koordinator lainnya yang dipilih dengan voting, dia diangkat karena dia mempunyai bakat.
“Jesa, saya rasa kamu saja yang menjadi koordinator bidang ini.” Pak Herman berkata.
“Iya pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin.”
“Jadi, saya harapkan kalian bisa menerima semua tugas ini. Sekian terimakasih”
Kalimat terakhir Pembina Organisasi Sekolah itu dalam menutup rapat Organisasi. Jam pulang sekolah, Jesa bergegas ke rumah untuk segera menghubungi ayahnya dengan mengabarkan kabar gembira itu. Ayahnya adalah pebisnis yang bekerja jauh dari rumah di daerah Tanjung.
“Halo, ada apa nak?”
“Ayah, hari ini aku dipilih dalam Organisasi Sekolah. Aku senang sekali.”
“Wah hebat nak, Ayah sangat bangga. Pertahankan itu!”
“Iya, ayah cepat pulang ya. Bawakan oleh-oleh langsat.” Ucap Jesa.
Jam dinding sudah mengarahkan pukul 03.09 sore. Bagi Jesa, ini adalah saatnya bermain dengan teman kecilnya, Ilham. Jesa dan Ilham seumur dan duduk di kelas 2 SMP hanya saja beda sekolah. Mereka memang tidak ada ikatan saudara, akan tetapi pertemanan antara ayah mereka yang menjalin persahabatan antara mereka.
“Apa saja yang terjadi di sekolahmu?” Tanya Ilham.
“Di sekolah aku dipilih ikut serta dalam organisasi Ham, kamu sendiri?”
“Kamu pantas bersyukur dengan apa yang kamu dapatkan. Kamu anak yang baik. Sedangkan aku, dalam pemilihan anggota inti tim basket tidak terpilih karena kesehatanku yang tidak cukup sebagai tim inti.” Keluh Ilham.
”Tidak baik berkata begitu Ilham, kamu teman terbaikku dan tidak ada yang memiliki sahabat terbaik seperti kamu. Tetaplah semangat.”
Jesa menghibur sahabatnya itu sambil tersenyum dan sangat perhatian pada Ilham. Ilham memang sangat berminat dengan basket. Ia adalah putra dari atasan bisnis ayah Jesa, Om Johnatan. Ilham adalah anak terakhir dari tiga bersaudara dan ia terpisah dengan kakak keduanya karena masalah keluarga. Hari itu Ilham memang sedang singgah ke rumah sewaan kakak kedua nya yang berada dekat dengan rumah Jesa bersama Gina kakak pertamanya.
“Ilham, memangnya kamu sakit apa?” Tanya Jesa.
“Apa kamu suka mawar? Aku suka mawar berwarna merah menyala”
Ilham tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. Jesa hanya terdiam bingung. Mungkin Ilham tidak ingin bercerita. Hingga senja menjelang.
“Jesa, kamu besok kerumahku kan?”
“Iya, mungkin aku akan berangkat bersama ibuku.”
“Kamu harus datang ya. Ada yang ingin aku berikan untukmu” Ilham memegang tangan teman baiknya itu.
“Apa itu?”
“Rahasia dong, bukan kejutan namanya.” Ucap Ilham menggoda.
“Ya sudah kalau begitu Ilham, sampai jumpa besok lagi ya.”
“Ingin pulang? Oke, sampai jumpa!” Sahut Ilham.
Jesa berlari meninggalkan sahabatnya itu. Sampai di jalan menuju di rumah pun ia masih merasa senang. Dari kejauhan Ibu Jesa sudah memanggil.
“Jesa, ayo cepat pulang. Kamu ini dari tadi bisanya main saja. Lebih baik kamu belajar!”
“Ehm, iya.”
“Kemana saja kamu ?”
“Dari rumah sebelah bu.”
Ibu Jesa merasa tak suka anaknya pulang sore. Didikan ibunya lah yang malah membuat Jesa bangkit menjadi anak yang berprestasi. Hingga malam menjelang, ia bersiap untuk tidur. Jesa terbiasa menulis catatan hariannya. Dia menulis apa yang telah ia alami hari ini.
“Apa penyakit yang diderita sahabatku itu ya?”
“Ah, aku tidak boleh berpikir yang aneh-aneh. Lebih baik aku tidur saja.”
***
Disisi lain nampak seekor kupu-kupu betina kecil yang baru memiliki sayap sedang terbang di sekeliling kebun bunga mawar. Kupu-kupu itu sering sekali hinggap di salah satu mawar yang terkecil. Mawar itu berwarna merah sekali dan pucuk yang baru mekar itu mulai layu untuk menyambut tumbuhnya bunga mawar yang merekah indah. Di setiap kesempatan kupu-kupu betina itu selalu menghampiri bunga mawar itu dan bermain-main disana. Mulai dari kuncup bunga mawar itu hingga merekah dan kelopaknya terlihat lebar, kupu-kupu itu selalu menghinggapi mawar itu seiring pertumbuhan kupu-kupu menjadi kupu-kupu dewasa.
Hingga suatu ketika kupu-kupu itu hadir lagi untuk menghampiri bunga mawar merah yang indah itu kupu-kupu terkejut melihat bunga mawar yang biasa menemaninya telah layu. Kupu-kupu itu terbang dengan bersedih. Hingga ia mendapatkan bunga mawar baru yang akan menemaninya menggantikan mawar merah yang telah layu. Mawar yang ditemuinya berwarna merah muda dan berbentuk hampir sama dengan mawar yang telah meninggalkannya. Dan tiba-tiba,
“kriiinggg, kriiiingggg”, alarm jam 5 pagi berbunyi.
Jesa terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa cerita kupu-kupu dan bunga mawar merah itu hanyalah mimpi yang menemaninya saat tidur.
“Mimpi apa tadi itu ya?”
Ia merasa ada yang aneh. Menurutnya terlihat sedih sekali kupu-kupu yang telah ditinggal oleh mawar merah itu.
“Lebih baik aku siapkan alat sekolahku, hari ini kan hari penentuanku. Aku harus semangat!” ucapnya dengan semangat seraya turun dari tempat tidur dan bersiap mandi dan merapikan alat tulisnya untuk sekolah.
“Jesa, ayo sarapan dulu kedapur sebelum berangkat. Ibu sudah buatkan bubur ayam untukmu di atas meja makan”,
“Iya bu.” Sahut Jesa seraya bergegas.
“Bu, sore hari ini kita jadikan kerumah kediaman Ilham?” Tanya Jesa.
“Iya, kita akan berangkat satu jam setelah kamu pulang sekolah. Ayo cepat makan.” Ujar ibu Jesa seraya meletakkan sepiring kue apam buatannya.
Jesa sudah terbiasa sarapan pagi hanya dengan kue dan susu. Ia pun berangkat kesekolah yang jaraknya 3 km dari rumahnya. Suasana sekolah ia lalui seperti biasa. Hingga waktu bel berbunyi untuk istirahat pertama, Jesa dan teman sebangkunya Rina berjalan dari kelas menuju perpustakaan. Rina dan Jesa sudah terbiasa dengan suasana di perpustakaan. Hampir setiap istirahat mereka ke sana dan membaca bersama-sama membaca buku sambil belajar.
“Lihat ensiklopedia itu Rin!”
Tergeletak ensiklopedia tentang tubuh manusia yang sangat tebal di sisi meja baca. Dengan semangat Jesa mengambilnya. Ia penasaran dengan isi ensiklopedia itu.
“Apa isinya Jes?” Tanya Rina.
“Tua sekali buku ini, gambarnya terlihat pudar.” Jesa membersihkan sampul buku itu dengan jari tangannya.
“Mungkin baru akan dibersihkan oleh penjaga perpus.”
“Gambar-gambar buku ini bagus ya!” ucap Rina.
“Iya, isi nya bagus sekali dan banyak pengetahuannya.” Kata Jesa sambil membolak balik ensiklopedia tersebut. Banyak hal yang mereka dapat dari ensiklopedi itu.
***
“Teng…teng…teng…”. Istirahat pertama pun berakhir dan saatnya masuk kelas mengikuti pelajaran selanjutnya. Jesa menutup buku tua itu dan mengembalikan ke kelas. Kedua gadis belia itu pun keluar dari perpustakaan dan melewati kantor guru pengajar.
“Jesa, bisa tunggu sebentar.” Terdengar suara yang agak berat seperti lelaki umur setengah abad. Jesa dan Rina menengok dan ternyata Pak Kino, guru pengajar matematika.
“Iya pak, bisa saya bantu?” sahut Jesa seraya mendekati.
“Ini, kamu mau ikut lomba ini? Acaranya diadakan hari minggu depan.”
“Iya pak, saya sangat berminat.”
Baik, nanti akan saya kabari lagi.” Guru itu terlihat senang dengan tanggapan Jesa yang berminat. Sambil tersenyum memandang lipatan kertas ditangannya.
Terlihat diundangan, diperlukan dua orang pelajar untuk mengikuti lomba matematika. Sebelum pergi kekelas mereka mencium tangan gurunya itu dan pamit untuk pergi kekelas.
“Kamu mau ikut, Rin?”
“Sepertinya aku tidak ada waktu untuk hari minggu ini. Lagi pula aku tidak begitu pintar matematika.” Jawab Rina. Mereka masuk kedalam kelas dan mengikuti pelajaran dengan seksama.
***
“Ayo kita ke perpustakaan lagi!”
Jesa ditarik Rina untuk pergi ke perpustakaan. Jam istirahat kedua pun mereka habiskan pula dengan membolak balik halaman buku tua yang mereka baca tadi. Hingga mereka sadari sudah saatnya pergi kekelas setelah melihat halaman terakhir buku itu. Mereka terlihat gembira. Terlebih lagi Jesa. Sudah jelas cita-citanya yang ingin bergelut dibidang medis. Ia bemimpi ingin menjadi seorang dokter spesialis. Berbeda dengan Rina yang ingin menjadi psikolog. Mereka berjalan menuju kelas dan melewati kantor guru lagi. Tampak Sensei Kino sedang berbincang dengan Lena, siswa kelas lain yang seangkatan dengan mereka. Terlihat ditangan gurunya itu kertas undangan lomba yang tadi mereka lihat. Jesa melewati gurunya itu dengan sopan diteman Rina.
“Mau apa si Lena itu?”
“Entahlah.” Ucap Jesa. Ia tidak ingin tahu menahu urusan perbincangan gurunya dan Lena. Siaplah kedua gadis pelajar itu menghadapi pelajaran berikutnya.
Jam dinding sudah menunjukan pukul 2 siang. Itulah saat pulang sekolah. Waktu belajar merekapun berkhir dengan dengan berbunyinya bel puluang sekolah. Guru pengajar mereka mengucapkan salam dan merapikan buku mengajarnya untuk meninggalkan kelas.
“Oiya, Jes, tadi kamu lihat Lena sedang berbincang dengan Pak Kino kan?” kata Iren mendekat.
“Iya, ada apa Ren?”
“Tadi aku juga mendekati mereka. Aku juga ditawari dengan lomba itu. Begitu juga Lena. Hanya saja aku tak punya waktu saat hari minggu lomba itu. Aku katakan pada Pak Kino kalau kamu harus diajak untuk loma itu. Pak Kino pun sebenarnya menyetujuinya. Tapi saat aku berbicara Lena menyela, dan berkata pada Pak Kino bahwa Jesa tak lebih pintar dari Sandy. Pak Kino pun memutuskan mengajak Lena dan Sandy untuk mengikuti lomba itu berdua.” Ucap Iren. Dari yang Iren ucapkan terlihat sekali bahwa Lena tak ingin Jesa mengikuti lomba itu. Faktanya Jesa lebih lihai dalam bidang rumus matematika. Sandy, anak laki laki kelas sebelah Jesa memang pintar, akan tetapi dalam sedikit bidang yaitu bahasa asing. Jesa hanya tersenyum pada Iren. Sedikit kecewa yang hadir dalam hati Jesa. Begitupun Iren. Sangat nampak bahwa Iren tidak menyukai tingkah Lena. Lena memang termasuk anak berprestasi di sekolah itu. Dia termasuk saingan berat Jesa. Lena tumbuh dari keluarga kaya, namun Ayah Lena tinggal di kediaman yang tak kalah besarnya dengan kediaman Lena bersama istri mudanya. Lena tinggal bersama ibu dan satu adiknya. Lena memang memiliki sikap seperti itu. Dia memang tidak menduduki kelas yang sama dengan Jesa. Namun dalam persaingan sekolah, ia selalu ingin mengetahui setiap nilai yang Jesa raih.
***
“Kenapa sih si Lena itu?” Rina menggerutu.
“Sudahlah” ucap Jesa.
Sampai di pertengahan jalan mereka pun berpisah. Jesa pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, ia bersiap untuk makan siang yang telah disiapkan ibunya. Ia ingat akan janjinya untuk pergi kerumah sahabat kecilnya Ilham. Hal itu menumbuhkan rasa gembira yang melenyapkan rasa kecewanya tentang gagalnya ia mengikuti lomba matematika itu.
“Anakku, hari ini ibu tidak bisa mengantarmu kerumah Ilham. Kamu mau berangkat ke sana sendiri?”
“Kenapa bu? Ibu sakit” Jesa terlihat sedih melihat ibunya yang memakai baju agak tebal dari biasanya.
“Tidak nak, ibu sehat saja.” Ucap ibunya.
Setelah Jesa makan, ia bersiap untuk pergi ke rumah sahabatnya yang jaraknya cukup jauh dari tempat ia tinggal. Rumah Iqbal yang banyak belokan membuatnya semakin tak sabar bertemu sahabat kecilnya itu untuk bercerita dan bermain bersama Ilham. Tapi apa yang ia lihat. 20 meter dari kediaman mewah yang akan ia datangi. Terlihat sebuah mobil ambulan dan bendera hijau. Ia tidak tahu apa yang terjadi di sana. Ia bingung. Tak jauh dari depan rumah sahabatnya itu, kakak kandung Ilham yang berdiri di depan pagar runah Ilham seakan menyambut kedatangan Jesa kerumah itu. Jesa memarkir sepeda motor nya dan menatap bingung kepada Gina. Wajahnya terlihat sedih dan murung.
“Apa yang terjadi?”
“Silahkan masuk.” Jawab Gina dengan nada lirih seperti menahan tangisnya karena rahasia batin yang telah ia alami. Ia tidak tega mengatakan kepada Jesa apa yang telah terjadi di rumah itu. Jesa diam menatap wanita muda itu dengan hati tak karuan seraya menjauhinya dengan lari ke dalam rumah Ilham. Hatinya bertanya-tanya apakah gerangan yang terjadi. Hingga ia masuk, Jesa mendapati ibu Ilham yang duduk menunduk menangis di samping seorang yang terbaring lemah di hadapannya. Sangat terpukul hati Jesa melihat sahabatnya yang tidur lemas untuk selamanya. Tak ada yang menyangka bahawa hal ini akan terjadi kepada gadis itu. Sahabatnya telah meninggalkanya di saat mereka berjanji untuk bertemu. Jesa mendekati mayat itu dengan langkah yang lemah.
“Ilham, kamu kenapa?” tangis Jesa memegang tangan sahabat sejatinya yang pucat itu. Air matanya membasahi bahu sahabatnya yang telah terkapar itu. Ibu Ilham mendekati Jesa dan memeluknya. Ia menenangkan Jesa yang mungkin perasaannya sama kehilangan sosok Ilham yang sangat disayangi itu.
“Sudah nak.”
Ibu Ilham mencoba mengajak Jesa untuk tenang. Ilham meninggal tepat jam 12 siang tadi. Ilham memiliki kelainan pada paru-paru kanannya hingga ia mendapat kanker di paru-parunya itu di usia sekolah. Jesa tidak pernah mengetahui hal itu.
Saat itu adalah pukul 5 sore. Semakin banyak sanak saudara yang datang. Ayah dan ibu Jesa pun datang karena baru mengetahui kabar duka itu. Dalam hari duka itu pun Ayah Jesa datang dari pekerjaan nya yang jauh. Sosok Ayah itu memahami duka akan meninggalnya putra kawan sepekerjaannya. Ibu Jesa memeluk anaknya yang masih terlihat sangat sulit menerima kenyataan itu.
“Sudahlah nak, relakan Ilham untuk menghadap Tuhan.” Keluarga besar Ilham bersiap pergi ke pemakaman untuk menguburkan Ilham. Jesa ikut dan turut serta dalam acara pemakaman itu. Hingga mayat yang lemah itu terkubur dan tertutup tanah yang bertabur bunga mawar merah di atasnya. Jesa terduduk di depan kuburan baru itu dan menangis memeluk batu nisan.
“Kamu menggalkan aku dengan mawar merah ini, Ham” Ucap Jesa lirih. Orang di sekeliling hanya menatap duka kepada Jesa yang dipeluk oleh ibu Ilham. Wanita itu sama kehilangannya dengan Jesa. Ia tidak pernah menyangka akan di dahului putra tersayangnya untuk menghadap Tuhan.
Hari mulai larut. Waktu tak seharusnya mendiamkan orang-orang yang berduka itu tetap tinggal meratapi sosok Ilham yang terkubur di makam itu. Semua orang mulai pulang ke rumahnya masing-masing. Namun ayah dan ibu Jesa masih tak tega melihat anaknya yang terus tertunduk di pelukan ibu Ilham.
“Ini nak, titipan Ilham untukmu.” Ucap ibu Ilham seraya memberikan sebuah kotak kayu kecil kegenggaman gadis belia itu. Ia menerima kotak itu dengan lemas dan masih menangisi kepergian sahabat sejatinya.
Jesa sampai di rumahnya bersama Ayah dan Ibunya. Ia diantar ibunya ke kamar untuk istirahat. Matanya masih terlihat bengkak. Tidak ada yang bisa ia katakan selain kepedihan yang dalam kerena rasa kehilangan yang mengiris hatinya. Pikirnya, hari itu adalah hari bermain yang paling menyenangkan yang akan ia alami. Sejak ia penasaran dengan rahasia apa yang akan ia ketahui dari sahabat sejatinya itu.
“Kamu istirahat dulu ya nak, menagisi hanyalah hal yang sia-sia.” Ibu Jesa menyuruh anak gadisnya itu beristirahat. Wanita itupun meninggalkan putrinya itu seraya menatap iba. Ia merakan kesedihan putrinya itu.
Jesa mencoba untuk tidur, namun air mata masih membasahi wajahnya. Iya masih memegangi kotak kayu yang diberikan sahabat sejati yang telah meninggalkannya itu. Ia membuka kotak itu. Terpahat di tutup kotak itu kalimat Rahasia Seperti Mawar. Saat Jesa membukanya terdengar bunyi musik yang indah sekali. Itu kotak lagu. Namun itu bukan sembarang kotak lagu. Di dalamnya terpahat foto berfigura bentuk hati yang dihiasi pahatan kupu-kupu dan mawar yang mengelilinginya. Di sana terlihat foto Jesa dan Ilham berdua saat masih balita. Terlihat Ilham mencium tangan kanan Jesa dengan memakai pakaian prajurit dan Jesa mengenakan baju seolah seorang putri. Di samping foto itu terlihat lembaran bunga mawar yang telah layu dan segulung surat dengan kertas biru. Jesa membuka surat itu. Dia membacanya dengan titikan air mata.
“Mengapa Ilham tidak bilang kalau dia sakit?”
“Mengapa Ilham tidak pernah cerita tentang penyakitnya?”
***
Jesa menangis lemah di tempat tidurnya saat membaca surat rahasia itu. Ia juga sangat menyayangi sahabatnya hingga ia tertidur dalam tangisnya. Tapi ini bukan akhir dari cerita Jesa. Meski ia sangat terpukul dengan meninggalnya sahabatnya ia mencoba tegar. Akan tetapi muncul hal yang tidak biasa dari seorang Jesa. Ia masih tetap menganggap Ilham itu hidup dan ada untuk menemani hari-harinya. Kian hari yang ia lalui pun mulai berbeda. Kepribadian Jesa mulai berbeda dan sikapnya mulai terbuka. Semakin banyak hari yang ia lewati semakin banyak pula orang maupun hal yang dapat ia kenal. Di sekitarnya, Jesa berubah menjadi gadis yang terbuka, supel, dan polos. Ia disukai oleh banyak orang. Dulu Jesa orang yang sedikit bicara dan agak pendiam. Namun sekarang. Ia menjadi anak yang sering membuat temannya tertawa dan senang karena kepolosan dan sifat yang apa adanya.
Begitu juga dengan halnya teknologi. Dalam teknologi yang semakin lama semakin maju di lingkungan Jesa, ia memiliki akun facebook dimana akun itu berguna untuk banyak hal dalam kehidupannya di dunia maya. Ia menganggap Ilham itu ada dan membuat akun untuk Ilham. Hal seperti itu tidak membuat ia putus asa walaupun hatinya rapuh saat hal yang tak ia inginkan hadir dalam hidupnya. Dari gagalnya ia dalam mengikuti lomba matematika, hingga sahabat sejati yang meninggalkannya selama-lamanya. Jesa semakin semangat dalam belajar dan menuntut ilmu dalam akibat keterpukulan itu.
Kini Jesa sudah kelas 3 SMP dan sebulan lagi ia akan menghadapi Ujian Nasional. Ia sudah berniat untuk masuk ke SMA unggulan. Ia belajar tekun seperti biasa. Namun ada hal yang berbeda dengannya. Ia terbiasa membuka akun facebook nya dan bermain dengan dunia maya. Begitu juga dengan facebook yang ia buat sendiri untuk sahabatnya Ilham. Di dunia maya itu, Jesa dan Ilham seakan-akan saling berkomunikasi. Ia selalu melakukan hal itu setiap malam ketika bunyi musik kotak kayu kecil di samping menemani seakan ingin mengantarkan ia tidur. Jesa pun punya banyak teman di akun nya itu.
Ujian Nasional pun sudah berlalu dan hari ini adalah hari penentuan lulus atau tidaknya Jesa dan seberapa kemampuan nilai yang dapat Jesa raih. Ibu Jesa terlihat gugup menunggu hasil yang aka dia dapat di ruang Auditorium. Jesa terlihat gelisah pula dan terduduk di kursi depan kelas.
“Kamu hebat ya nak.” ucap salah seorang guru yang mendekati Jesa. Ia Sensei Nogia, pengajar sejarah di sekolah itu.
”Sensei, saya tidak paham. Apa benar saya hebat?” Kata Jesa.
“Tentu saja, kamu mendapat nilai tertinggi di sekolah ini. Pergilah ketempat ibumu dan lihat hasilnya.” Ucap gurunya itu seraya meninggalkan Jesa. Wajah Jesa tiba-tiba cerah dan hatinya sangat gembira. Ia lari mendekati ibunya dan melihat kekertas hasilnya. Ia sangat senang. Terlihat dari kejauhan Lena menatap kearah Jesa. Jesa menyadarinya dan tersenyum kepada Lena. Namun Lena malah membuang muka kepadanya. Namun ia tidak ambil pusing. Ia dan ibunyapun pulang untuk mengabari Ayah Jesa tentang prestasinya.
“Pertahankan itu nak, hingga kamu sukses.” Ucap Ayah Jesa bangga sambil mengelus kepala anaknya itu. Saat untuk memasuki sekolah barupun tidak lama dan SMA unggulanpun berhasil Jesa dapatkan karena prestasinya itu.
***
Hari pertama Jesa masuk di sekolahnya yang barupun dimulai. Ia mencoba membuat prestasi di lingkungan pengetahuan yang baru dan punya banyak teman, begitu juga saingan seperti halnya yang ia alami ketika bertemu dengan Lena tahun lalu. Sedikit rasa bersyukur yang ia rasakan karena tidak bertemu Lena lagi di sekolah barunya. Namun itu belum tentu kalau persaingan di SMA 7 Banjarmasin tidak menyulitkannya di kelas 1. Namun tantangan itu dapat ia lewati. Ia berhasil membuat beberapa prestasi hingga ia naik kekelas 2. Banyak yang mengenalnya karena apa yang telah ia raih.Jesa menjadi anak yang membanggakan orang tua dan teman-temannya. Semakin banyak pula teman di akun facebook Jesa, baik dari luar wilayah maupun siswa dari sekolahnya sendiri. Ia terus berteman dengan Ilham yang ada di facebook disetiap kesempatan. Walau sesungguhnya, akun facebook itu adalah dirinya sendiri. Hal itu terjadi selama 3 tahun lamanya dan menjadi kebiasaan Jesa. Walaupun sebenarnya hal seperti itu adalah hal yang tak wajar. Dari faebook itu pula ia mengenal seorang lelaki bernama Andi. Andi adalah kakak kelas Jesa sendiri. Di facebook itu adalah pertama kalinya ia mengenal Andi. Awalnya ia tidak begitu mengenal kakak kelas, apalagi Andi. Hingga ia mengetahui yang mana orang bernama Andi itu dan merekapun berteman sangat akrab. Mereka mulai bersahabat.
Dari pertemanan Jesa dan Andi kakak kelasnya itu, maka semakin akrablah Jesa dengan para kakak kelas yang lain. Ia mulai merasa nyaman dengan kedekatannya bersama Andi. Awal perkenalan mereka memang sedikit istimewa. Semua berawal dari kebiasaan Jesa online yang terlalu sering. Hobi yang ia lakukan itu sama dengan Andi yang membuka situs facebook sampai tengah malam. Yang mereka kerjakan hanya mengomentari “status-status” yang dibuat oleh orang lain hingga notification orang itu penuh saat diperiksa. Belum lagi disetiap Jesa bertemu dengan Andi selalu bertengkar dan saling melempar ejekan. Itu berlangsung terus hingga teman-teman Andi yang juga merupakan teman Jesa juga di facebook mengetahui hal itu.
Banyak kakak kelas yang menganggap Jesa dan Andi cocok. Akan tetapi itu tidak diperdulikan Jesa. Sedikit rasa tidak suka pada Andi saat pertama kali ia mengenal Andi di facebook. Namun itu lama-kelamaan hilang karena sikap saling ejek itu tumbuh menjadi persahabatan antara Andi dan gadis yang beranjak dewasa itu. Mereka mulai menjadi sohib yang dikenal sangat dekat.
Seiring waktu berjalan, keakraban antara Jesa dan Andi semakin menjadi. Mereka menjadi seorang sahabat yang baru. Mereka menjadi semakin sering online hingga akun Ilham pun berteman dengan akun Andi. Andi mulai berkenalan dengan Ilham. Ilham adalah sepupu Jesa, setahu Andi. Andi mungkin tidak mengetahui apapun tentang Ilham. Namun suatu ketika kesalahan yang dilakukan Jesa membuat segala rahasia tentang dirinya terbongkar. Itu terjadi saat Jesa dan Andi dalam suasana bertengkar di facebook. Ia memberi comment kepada Andi menggunakan akun Ilham. Itu merupakan kecerobohan pertama yang ia perbuat. Memang sosok Ilham adalah orang yang selalu bersama Jesa dan menjadi Jesa. Begitu juga di dunia facebook itu, disetiap ada yang terjadi pada Jesa, Ilham seakan-akan membela Jesa disetiap interaksi yang terjadi di facebook., “Sekarang aku siapa yang bermain di belakang layar.” Andi berkata kepada Jesa.
Andi mengetahui bahwa facebook Ilham itu bukannlah facebook yang sebenarnya. Ia sangat marah. Ia kecewa dengan Jesa. Ia merasa di bohongi. Dan ia menganggap Jesa sengaja berbuat itu, karena pada kenyataanya ia menyadari bahwa Jesa adalah seorang psikopat. Dimana psikopat adalah seorang yang memiliki ganggua jiwa akan tetapi ia menyadari bahwa jiwanya sedang sakit. Ia tidak pernah menyangka bahwa ternyata Jesa adalah gadis yang menderita gangguan dimana ia merasa bahwa Ilham sahabat sejati yang ia sayangi itu belum meninggal. Jesa yang selama ini Andi anggap orang yang bersepupu dengan Ilham adalah Jesa yang sakit. Jesa tidak bisa menerima kematian Ilham selama 3 tahun lebih ini dan menjadi seorang gadis psikopat manis yang cerdas. Faktanya, seorang psikopat itu adalah orang yang memiliki IQ ditingkat orang cerdas. Dan itulah sosok Jesa selama ini. Tak ada yang pernah mengetahui bahwa kebiasaaan Jesa yang menyisir rambutnya di depan cermin dengan tersenyum-senyum sendiri adalah bagian dari penyakit jiwa yang bersal dari derita batinnya 3 tahun lalu.
Jesa menangisi Andi yang mungkin hampir membencinya itu. Di malam itu ia menangis-nangis tak jelas. Ayahnya bingung dan menghampirinya,
“Ada apa kamu nak?”
“Tidak apa-apa yah, aku mimpi buruk saja. Aku tidur dulu yah.”
Hingga pagi menjelang, Jesa merasa tak karuan dan menghubungi Lia, kakak kelas yang dekat dengan dirinya. Jesa memutuskan menghubungi Lia melalui telepon.
“Halo, ada ada Jes? Pagi-pagi sekali.” Lia mengangkat telepon dan terdengar dari suaranya, Ia baru saja bangun dari tidurnya.
“Kakak, ada yang ingin ku bicarakan. Aku… ingin cerita. Aku… tidak tau harus bercerita kepada siapa. Saat ini, aku…membutuhkan kakak.”
“Iya, aku ada waktu. Kamu kenapa dik?” Lia menganggap Jesa seperti adiknya sendiri.
“Kakak, aku ingin bicara dengan kakak pagi-pagi sekali di sekolah. Kita bertemu di belakang perpustakaan. Apa kakak bisa?”
“Iya, aku akan tunggu kamu di belakang perpustakaan.” Jawab Lia dengan bingung dan perasaan penasaran yang tumbuh di benaknya. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah yang telah terjadi pada Jesa, adik kelasnya yang baik itu.
***
Jesa merasa tidak enak badan dan memutuskan untuk diantar Ayah nya pergi kesekolah. Sepanjang perjalanan yang cukup jauh menuju sekolahnya, ia mencoba berbicara kepada Ayahnya.
“Ayah, Jesa sedang sakit.” Ucap Jesa tiba-tiba.
“Sakit apa nak, sudah minum obat?”
“Ayah, Jesa sudah sakit selama 3 tahun terakhir ini Ayah.”
“Kamu sakit apa nak? Selama 3 tahun ini? Kenapa Ayah tidak pernah mengetahuinya.” Tanya Ayah nya kawatir. Bagaimana mungkin seorang Ayah tidak mengetahui penyakit anaknya selama 3 tahun. Air mata Jesa semakin bercucuran dan perkataannya pun mulai tidak jelas karena derita batin yang lirih menerpanya,
“Jesa, psikopat Ayah. Jesa, masih menganggap Ilham masih hidup sampai sekarang. Di facebook Jesa selalu bermain dengan Ilham. Jesa mempunyai 2 akun facebook Ayah. Maafkan Jesa.”. ayahnya sangat “shock” dengan apa yang telah ia dengar. Laju mobil yang beliau kendarai kian lama kian lamban. Orang tua itu tak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Anaknya. Ia mengelus kepala anaknya yang masih menangis itu dan berkata,
“Kenapa kamu lakukan itu nak?”.
“Jesa, tidak ingin sendirian Ayah. Jesa ingin selalu bersama Ilham. Jesa tidak ingin jika Ilham meninggalkan Jesa.”
“Ayah tidak akan marah kepadamu nak. Akan tetapi, jika kamu sayang pada Ayah, maukah kamu berjanji untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi? Kamu tidak boleh lagi bermain dengan dunia maya atau internet. Kasihan Ilham kan nak.” Ucap sosok Ayah yang menyayangi putrinya itu. Ia mencoba mencari jalan yang tepat untuk buah hatinya.
“Besok kita berobat ke psikolog teman ayah ya nak.” Ucap ayah lagi.
Jesa pun sampai di depan pagar sekolahnya itu. Matanya bengkak karena tangisnya malam tadi dan ditambah pula dengan tangis pengakuan kepada Ayahnya. Ayah yang begitu menyayangi anaknya itu menatap Jesa dengan iba saat Jesa pamit untuk masuk ke dalam sekolahnya. Jesa bergegas menuju belakang perpustakaan sekolahnya dan di sana sudah ada Lia menunggu dengan tenang.
“Ada apa Jesa?” tatap Lia bingung melihata Jesa yang baru saja menangis.
“Ka, ada yang ingin aku akui” kata Jesa,
“Apa ?” Lia semakin penasaran.
“Aku…aku…seorang psikopat.” Ucap Jesa dengan tersedu menahan tangis yang menekan batinnya.
“Jesa, tidak mungkin. Kamu orang yang baik dik.” Lia menangis di depan adik kelas yang sudah ia sanggap sebagai adik sendiri itu. Ia tidak percaya bahwa saudaranya adalah orang yang sedang sakit.
“Ia kak, maafkan aku. Aku inginmengakui, bahwa Ilham yang telah lama kakak kelas di facebook sebenarnya bukanlah Ilham. Ilham sudah lama meninggal selama 3 tahun ini. Aku…sangat merindukannya.” Jelas Jesa dengan lirih. Kedua teman baik itu menangis. Tidak ada yang menginginkan ini terjadi.
“Andi, sudah tahu masalah ini. Ia, membenciku.” Tangis Jesa.
“Kamu tahu dari mana kalau Andi sudah mengetahuinya?” Tanya Lia.
” Itu kesalahan yang kulakukan.” Jawab Jesa.
“Baiklah, akan kubicarakan ini dengan Andi.”
Lia ingin membantu sahabatnya itu dan menjelaskan kepada Andi. Awalnya Andi tidak ingin tahu menahu dengan hal ini. Ia mulai pengertian. Rasa iba mungkin muncul kepasa Jesa walaupun ia dibohongi.
“Jesa itu belum bisa berpikir dewasa.” Ucap Andi. Akan tetapi, lama kelamaan Andi mulai berubah sikapnya kepada Jesa. Pertemanan mereka tidak seakrab dulu. Andi seakan-akan tidak ingin peduli lagi dengan Jesa.
“Apa karena penyakitku.” Keluh Jesa di depan Lia.
“Kamu jangan berpikir seperti itu.” Hibur Lia.
Di dalam kehidupan Jesa juga dikenal orang yang bernama Arene, sahabatnya saat duduk di bangku kelas 1 melihat kedekatan Lia dan Jesa. Karena Jesa menganggap Arene sahabat, ia menceritakan tentang penyakitnya pada Arene. Awalnya Arene memberikan respon yang baik tentang masalah sahabatnya itu. Sekarang mereka memang tidak duduk di kelas yang sama lagi. Arene mulai menyukai kelasnya yang baru dan punya teman yang baru. Ia sering bercerita tentang teman-temannya itu. Mungkin ini adalah penghibur hati Arene karena keadaan keluarganya yang brokenhome. Namun lama-kelamaan Arene mulai tak pedulikan Jesa. Hal itu membuat Jesa sedih. Tidak ada diantara mereka untuk saling menjauh, namun itu terjadi akibat Arene yang tidak perduli lagi dengan Jesa. Ia seakan membuang Jesa setelah Jesa menceritakan rahasia yang ada di dalam dirinya. Mereka mulai tidak saling peduli.
Terlalu banyak penghianatan, kekecewaan, ejekan, cemoohan, tak ada yang peduli, rasa kasihan, semuanya berkumpul dalam hati Jesa yang sedang sakit itu. Ia merasa dibuang karena teman-teman yang mengetahui penyakitnya malah sedikit demi sedikit tidak memperdulikannya. “Hanya Ayah, kak Lia, Arene, dan Andi yang mengetahui masalah ini, tapi mengapa Andi dan Arene mulai berubah?” keluh Jesa dalam hati. Ia memandangi kotak kecil miliknya di dalam kamar. Ia tidak berani bercerita tentang penyakitnya kepada ibunya. Karena disaat yang sama ibunya menderita penyakit jantung. Ada penyumbatan yang terjadi pada mahkota jantung ibunya. Hal itu semakin membuatnya terpukul.
Dari segala hal yang telah terjadi pada Jesa. Ia mulai sadar akan jati dirinya. Ia harus mengulang kehidupannya dari awal, yaitu kehidupan yang teratur dan disiplin untuk mencapai kesuksesan. Kini sudah semester 2 dari selama ia menduduki kelas 2 SMA. Ia mulai bertekat untuk melupakan kesedihannya. Ia mulai jarang bermain dengan internet. Ia kini lebih dewasa. Mungkin ia sudah sadar yang mana yang baik dan benar. Itu yang harus ia pilih. Hingga dikelas 3 semester pertama, nilai raport yang ia dapat sangat memuaskan. Ia mengikuti tes masuk sekolah kedokteran dan lulus. Di saat itulah ia mendapat apa yang ia inginkan. Kini ia menjadi mahasiswa kedokteran di Negara Inggris yang sukses dan membanggakan orang tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari anda menambahkan hal positif bagi Zeki R.A.

Thanks for reading :)

Total Pageviews

ZEKI R.A.. Diberdayakan oleh Blogger.
 
Small Pencil