Bismillah. Boleh baca sambil dengar lagu dari Edcoustic - Menjadi diriku:
1. https://www.youtube.com/watch?v=2CQ5BOfrfew
2. http://k007.kiwi6.com/hotlink/k7xp7z6bbq/edCoustic_-_Menjadi_Diriku.mp3
1. https://www.youtube.com/watch?v=2CQ5BOfrfew
2. http://k007.kiwi6.com/hotlink/k7xp7z6bbq/edCoustic_-_Menjadi_Diriku.mp3
Aku sering
menyesal tidak pernah lagi menulis untuk berbagi, padahal disaat yang aku bisa
lakukan itu. Sekarang aku sudah dapat mengatasinya dengan baik, in syaa Allah.
Beberapa hari ini aku sudah bagikan apa saja yang bisa kubagikan pada orang
banyak, tentang ilmu yang aku dapat dari majelis ilmu, tentang fakta islam
kaffah yang seharusnya ditegakkan oleh kaum muslim, juga tentang upaya seorang
manusia yang selalu ingin menjadi orang baik di mata Allah. Aku sendiri tidak
percaya bisa reproduktif ini. Mungkin inilah caraku balas ketidakcerdasanku
waktu itu. Salah satunya dikomentari oleh kak Luna, seniorku. Aku juga meminjam
beberapa buku untuk menjadi rujukan. Sudah saatnya aku berpikir tentang masa
depanku. Aku tidak mau seperti kakak Lelakiku dan membuat sedih ibundaku.
Mungkin
ada yang menyadari, kalau akhir-akhir ini aku begitu gencar, ingin melakukan yang
terbaik untuk da'wah, mengajak beberapa orang berdiskusi bersama agar bisa
meresapi ilmu islam yang mungkin saja dia belum tahu, serta menulis berbagai
kata-kata baik yang bisa dikatakan. Aku begitu hanya karena sedang bersyukur,
merasa harus bisa menyusul ketertinggalan, menjadikannya sebagai sebuah
penebusan dosa, dan menutupi kesedihan.
Hal ini pertamakali lenyap ketika aku membaca blog seseorang yang sangat
lugu dan filosofis yang kuketahui nama, wajah, dan sedikit kehidupannya. Dia
tidak mengenalku.
Aku juga
mulai banyak berpikir segala hal. Beberapa hari yang lalu aku patah hati.
Memang sejak awal aku mengagumi orang itu hanya sebatas rasa simpati berlebih.
Aku selalu yakinkan diriku kalau aku takkan pernah meletakkan perasaan dan
pikiran pada makhluk Tuhan. Ada yang mengatakan kalau aku seperti mengharamkan
cinta pada lawan jenis dan memaksa diri sendiri menderita karena tidak mau
memperjuangkannya. Memangnya apa yang harus diperjuangkan? Aku bahkan tidak
tahu apakah orang itu kenal atau tidak denganku. Aku bahkan ragu dia tahu namaku
atau tidak. Kami bahkan jarang bertemu. Bahkan jika aku bertemu orang ini, aku
selalu ingin hilang dari hadapannya—atau bisa jadi hilang dari peradaban.
Meskipun
memang dari awal aku selalu berharap orang itu tidak pernah kenal aku, aku takut dia
malu jika mengetahui orang sepertiku ini menyukainya. Beberapa temanku tahu
kalau aku menyukai orang itu, aku yang lugu (lucu-lucu guoblok) ini termakan
buaian teman-teman yang mendukungku bersama orang itu. Tapi selama perasaan ini
ada, aku bingung—aku lebih banyak bersedih ketimbang bahagia. Padahal yang
pernah aku dengar dan baca, jika seseorang menyukai lawan jenis, maka perasaan
berbunga-bunga lah yang dia rasakan tiap harinya. Kenapa aku tidak begitu? Aku
hanya sering menangis karena tertekan dengan perasaan ini, aku sering berpikir
kalau aku seharusnya tidak menyukai orang ini, aku tidak boleh begini, dan
seterusnya. Beberapa kawanku mengatakan kalau aku dan orang itu memilki
probabilitas tinggi, cocok, dan sepantaran. Ya, aku tidak menelannya langsung
dan juga tidak menolak pendapat mereka, tapi aku selalu merasa ada yang
janggal. Aku tahu kalau orang itu sangat menyukai wanita cantik.
Akhirnya
pertanyaan itu terjawab. Meskipun prinsipku tetap tidak hancur, yaitu orang
yang kusukai tidak pernah mengetahui aku menyukainya, dia tetap tidak
mengenalku, dan aku tidak pernah meletakkan perasaan dan pikiranku pada orang
itu. Aku sering mencaritahu tentangnya, sengaja atau tidak. Salah satu teman baruku mengabarkan kalau ternyata dia
menyukai seorang wanita, yang cantik, yang sering bertemu dengannya, dan
sepertinya aktivis da’wah. Namun, betapa aku tidak terkejut, yang aku tahu,
segala clue tentang wanita itu
pas—cantik dan berada di sekitarnya, hanya saja tidak menunjukkan kalau dia
adalah aktivis da’wah islam kaffah. Aku langsung ilfeel, bagaikan diberi
minuman jamu—rasanya pahit, tapi ini baik untuk kesehatan. Orang itu lebih suka
wanita cantik ketimbang wanita pejuang islam kaffah. Ini benar-benar bertolak
belakang dengan prinsipku. Bagiku, memiliki pasangan yang satu pandangan itu
sangat penting, awalnya, aku mengabaikan lelaki yang sempat mengaku mengagumiku
hanya karena dia berbeda harakah denganku. Aku malah memilih menetapkan prinsip
menikah dengan satu harakah, tapi malah diterpa badai karena kenyataan orang
yang kusukai menyukai wanita yang berbeda dengan harakahnya. Aku jadi mulai
berpikir banyak.
Ibuku
mengatakan
untuk mencintai laki-laki yang mencintai aku duluan. Aku juga
berpikir begitu, lebih baik aku berlabuh pada orang yang benar-benar
memilihku. Aku memilih orang yang memilihku, dengan beberapa
pertimbangan. Ini lebih baik,
karena fokus hidupku hanya untuk Allah. Aku tidak begitu
mempermasalahkan
harakah orang yang nanti memilihku, yang penting dia shalih, bisa
mewujudkan
mimpi bersama denganku, membangun keluarga yang hafidz dan hafidzah,
mendidik
anak dengan kasih sayang dan al qur’an as sunnah, serta memilihku hanya
sebagai
satu-satunya pendamping hidupnya hingga nanti ajal menjemput dan
beberapa pertimbangan lain. Ketika suatu saat
nanti aku dipertemukan dengan lelaki yang memilihku itu, aku akan
katakan
padanya bahwa aku sudah mencintainya sejak dulu. Bahkan jika kita belum
pernah
bertemu. Aku tidak tahu kau berasal dari mana, anak siapa, dan kapan kau
akan
menjemputku dari ayahku. Aku hanya akan sibukkan diriku untuk mencintai
Tuhan
kita sampai nanti waktu itu datang, aku akan terus begini sampai bisa
melakukan
pembalasan cinta pada orangtuaku, meski kau datang atau tidak. Karena
aku
yakin, Allah sudah tetapkan waktunya meski kita tidak akan pernah tahu.
Aku akan sibukkan diriku dengan menyiapkan bekalku di akhirat kelak,
karena aku tak tahu kapan aku mati.
“Allah menghidupkan dan mematikan.” (QS. Ali Imran [3]: 156).
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” (QS. Ali Imran [3]: 145).
“Di mana saja kalian berada, kematian akan menjumpai kalian kendati kalian berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. an-Nisa’ [4]: 78).
Ada dua hal yang
misterius di dunia ini, yaitu pernikahan dan kematian. Kita tidak akan pernah
tahu kapan bertemu dengan dua hal ini. Namun, kita mengetahui bahwa pernikahan
itu belum tentu terjadi, sedangkan kematian itu pasti terjadi. Oleh karena itu,
aku memilih meletakkan perasaan dan pikiranku hanya untuk Allah, berusaha
menjadi penghuni surgaNya, takkan pernah mengagumi dan simpati secara
berlebih pada makhlukNya, karena meskipun kita tidak dipertemukan di dunia ini
Allah pasti siapkan pertemuan kita di surga kelak. Aku memilih melakukan program fokus beribadah
demi surga yang menjadi tujuan ku, jika memang benar sukses yang sesungguhnya
itu ketika kita bisa menjadi manusia paling bertaqwa pada Tuhannya. Hal yang
terakhir ingin kusampaikan, aku lebih mencintai Tuhanku ketimbang segala hal
yang lain. in syaa Allah. amiin yaa robbal'alamiin.
“Mereka yang paling banyak mengingat maut dan paling baik persiapannya untuk menghadapi maut itu sebelum turun kepada mereka. Mereka itulah yang termasuk Mukmin yang paling cerdas.” (HR Ibn Majah, al-Hakim, al-Baihaqi, Abu Nu’aim dan ath-Thabrani).
Zeki R.A.
Cerita Rara di atas menjelaskan pada kita bahwa sebuah kejadian hidup itu adalah pelajaran, teguran, hikmah, dan ni'mat yang luarbiasa diberikan oleh Allah. Terkadang kita terlalu fokus pada apa-apa yang kita inginkan, lupa tujuan awal kehidupan, dan berlaku sebagai manusia yang hanya ingin mengejar kebahagiaan. Padahal yang namanya bahagia itu adalah ketika kita mampu terbebas dari rasa khawatir, menyesal, dan tertekan akibat dosa yang kita lakukan. Rara adalah manusia beruntung yang ditegur Allah untuk kembali fokus pada Robb nya dengan sedikit colekan lembut. Terkadang manusia sibuk dengan hal-hal yang diceritakan oleh buku-buku dongeng.
Saya sering melihat contoh orang-orang yang cool tidak peduli hal terkait pernikahan dan malah menyibukkan diri dengan memperbaiki diri. Ini bukan masalah laku atau tidak, tapi ini masalah prioritas manusia. Bahkan ketika ingin menjalani suatu keluarga, niat dasarnya pun hanya karena Allah kan? Ada orang awam yang berkata dengan sinis, "Hei, mereka itu menikah bukan karena cinta, tapi mereka nikah karena Allah. Bagaimana jadinya pernikahan mereka kelak!". Sungguh aneh. Menurut saya, cara itulah paling tepat untuk membangun sebuah keluarga. Masing-masing insan menyibukkan dirinya dengan kataqwaan dan cinta pada Tuhannya, dan akhirnya atas izin Allah lah mereka bertemu dan saling memilih, karena wanita baik hanya untuk lelaki baik, begitu juga sebaliknya. Jodoh itu cerminan diri. Bahkan jika pernikahan didasari karena Allah, itulah yang membuat pernikahan langgeng bahkan sampai akhirat. Karena jika Allah yang berada di hati, segala kebaikan takkan hilang dari pasangan itu, Allah kan sang Maha Pembolak-balik hati manusia. Sedangkan jika pernikahan didasari dari cinta semata, suatu saat cinta itu bisa pudar, bahkan hilang. Jika cinta itu sudah tidak ada, tidak ada lagi alasan yang bisa mempertahankan pernikahan yang berkah.
Wallahu’alam bishshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dari anda menambahkan hal positif bagi Zeki R.A.