Kamis, Februari 21, 2013

Stairs: Berguru pada Sumbernya

Bismillahirrahmaanirrahiim ^_^

     Mencari kepastian ilmu itu harus bersumber ilmiah. Ibarat tutorial, tidak bisa diterima dengan cuma-cuma dan langsung telan saja jika kita belum diberikan citasi yang valid. Lalu bagaimana upaya kita agar mendapat yang dapat dipertanggungjawabkan ilmu tersebut? Wah, kalau gini kamu pasti udah bisa mikir sendiri--tanya aja langsung ke sumber aslinya baca langsung jurnalnya, atau bahkan jika perlu datang ke tempat penulisnya. Siapa lagi yang bisa menjelaskan dengan rinci kalau bukan sang empu-nya. Ngga tanggung-tanggung bahkan ada yang belajar langsung (berguru) ke sang penyusun referensi.

     Ada ungkapan dan nasihat bagus agar kita tidak menjadikan sebuah kitab sebagai satu-satunya guru sekaligus sebagai peringat bagi orang yang belajar tanpa guru.

“من كان شيخه كتابه فخطؤه أكثر من صوابه”.

“Barang gurunya adalah sebuah kitab maka kesalahannya akan lebih banyak dari pada benarnya”.

     Imam Syafi’I rahimahullah memberikan nasihatnya kepada penuntut ilmu bahwa ilmu bisa didapat dengan cara bersahabat dan dekat guru. Artinya dalam menuntut ilmu senantiasa kita tidak lepas dari bimbingan guru, ustadz, syaikh, ahli ilmu yang memiliki kapasitas keilmuan yang tidak diragukan untuk mengajarkan ilmu agama kepada kita. Sehingga ketika ada pelajaran yang kurang bahkan tidak kita fahami maka kita bisa bertanya langsung dengan mereka.

     Jadi, kalau kita belajar hanya dari internet maka sanad kita akan terputus. Kan tidak mungkin saat ada orang bertanya nanti “Siapa gurumu? ” lalu anda menjawab “guru saya adalah ustadz atau syaikh internet”. Padahal internet belum tentu memberikan referensi yang sesuai sang pemilik karya. Maka mau tidak mau jika ada yang ingin di klarifikasi tentang ilmu dan firqoh yang pernah kita dapat harus bertanya langsung pada sumbernya. "Kalau saya langsung tanya, saya takut terpengaruh dengan jawaban yang diberikan." 
Klasik, hanya saja jika kita ikut terpengaruh dan bahkan mengikuti--bukankah itu berdasarkan proses berpikir kita? Kok kita mau ikut-ikutan (terpengaruh), orang kita sendiri yang memutuskan terpengaruh atau tidak terpengaruh. Life is choice.

     Parahnya, cuma gara-gara kita dapat ma'lumat sabqoh bahkan doktrin yang pernah kita tangkap dari referensi 1 dan hanya percaya pada satu-satunya itu tanpa melihat referensi lain, bukankah itu sudah termasuk kitanya yang sudah terpengaruh si referensi 1? Nah, coba deh pikirin lagi.
Well, sekarang kamu pasti udah ngerti banget maksud semua ini, kita ngga bsa cuma percaya 1 referensi. Masih banyak citasi lain yang perlu kita pelajari dan jangan mau jadi orang yang menutup diri untuk menuntut ilmu. Tanyakan saja ke sumber aslinya, bukan 'umumnya, katanya dan kayaknya' saya sendiri benar-benar membuka diri dengan ilmu-ilmu yang terdapat pada referensi lain--bahkan ada banyak hal yang ingin ditanyakan. Mau saya terpengaruh atau tidak--itu tergantung saya. Ibarat tutorial, semua referensi bisa jadi acuan kita untuk membuat diagnosis, 'yang penting valid dan bersumber official dari pihak yang bisa dipertanggungjawabkan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari anda menambahkan hal positif bagi Zeki R.A.

Thanks for reading :)

Total Pageviews

ZEKI R.A.. Diberdayakan oleh Blogger.
 
Small Pencil